Berlomba Melahirkan Perusahaan “Born Global”
Badri Munir Sukoco
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Airlangga
https://pasca.unair.ac.id/badri-sukoco
Harian Kompas – 1 Agustus 2022
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/31/berlomba-melahirkan-perusahaan-born-global
Forbes Mei lalu meluncurkan daftar perusahaan publik terbesar dunia, Global 2000. Tentu proporsi pasar global yang dilayani lebih besar dibandingkan pasar domestik. Dengan produk inovatif dan bernilai tambah tinggi, ekspor negara tempat domisilinya meningkat. Hal ini juga menunjukkan kompleksitas ekonomi negara tersebut tinggi.
Meskipun berperan penting sebagai lokomotif perekonomian, namun banyaknya jumlah perusahaan pada daftar tersebut menjadikan rasio Gini kurang ideal. Harapannya UMKM menjadikan rasionya ideal, namun sebagian besar hanya melayani pasar domestik. Perlu ada upaya sistematis mendorong UMKM menjadi born global, khususnya di Indonesia. Semakin banyak dan membesar born global, kemajuan perekonomian negara akan tercapai. Apa yang harus dilakukan Indonesia?
Kompleksitas Ekonomi
Ekonom Harvard, Ricardo Hausmann, berargumentasi bahwa kompleksitas ekonomi negara menentukan prospek pertumbuhan ekonomi yang dimiliki. Ketika sebuah negara memiliki ekspor dengan kompleksitas produk yang tinggi, maka pengetahuan dan kapabilitas yang dimilikinya luas dan kompleks. Hal inilah yang menjadikan pertumbuhan ekonominya lebih cepat, karena nilai tambah yang dihasilkan lebih tinggi.
Dalam Economic Complexity Index (ECI) yang dikeluarkan oleh Growth Lab dari Harvard, terlihat posisi Jepang tidak tergoyahkan sebagai pemuncak dalam 2 dekade terakhir. Terdapat 43 perusahaan Jepang yang masuk dalam Top 500, 5 perusahaan masuk dalam Top 100 daftar perusahaan terbesar di dunia.
Korea Selatan yang menempati #20 tahun 2000, tahun 2019 menjadi #4 pada ECI. Dan 11 perusahaan menjadi wakil pada Top 500 daftar perusahaan terbesar dunia. Posisi China meningkat 24 peringkat dalam dua decade pada ECI, menjadi #16 pada 2019. Terdapat 61 perusahaan China dalam Top 500 perusahaan publik terbesar dunia. Keberadaan Tencent (#28), Alibaba (#33), SAIC Motor (#204),_Midea (#219), Xiaomi (#292), Gree (#257), atau Haier (#395) dua dekade lalu mungkin tidak terdengar, namun produk inovatif yang dihasilkan memungkinkan perluasan pasar dan menjadi born global. Kondisi ini menjadi salah satu kontributor peningkatan GDP (gross domestic product) per kapita China dari $1,000-an tahun 2001 menjadi US$ 12,539 tahun lalu.
Indonesia diwakili 2 perusahaan dalam Top 500, keduanya BUMN perbankan yang menitikberatkan pada pasar domestik. Jumlah tersebut perlu ditambah, dan tentunya berorientasi ekspor. Konsisten dengan data ECI yang menunjukkan Indonesia tidak pernah beranjak dari posisi 60-an dalam 2 dekade terakhir. Tidaklah mengherankan, karena lebih dari separuh ekspor Indonesia berasal dari pertambangan dan pertanian. Meskipun harga keduanya sedang tinggi, nilai tambahnya relatif rendah tanpa pengolahan lebih lanjut.
Born Global
Born global merupakan perusahaan dengan minimal penjualannya 25% dari pasar global. Memasuki pasar global tentunya membutuhkan daya saing tinggi, sehingga nilai tambah yang dihasilkan juga tinggi. Penyerapan tenaga kerja dengan gaji diatas rata-rata menjadikan perekonomian negara akan tumbuh. Logika ini menjadikan born global diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi.
Karakteristik pendiri dan perusahaan menentukan status born global atau tidak. Pendiri yang memiliki mindset global dengan jejaring luas akan terfasilitasi untuk senantiasa mengendus peluang di pasar global. Tentu karakter yang tidak takut gagal menjadi pondasi seorang pendiri menjadi born global. Produk yang inovatif lebih mudah masuk pasar global, sekaligus untuk mengeksploitasi keunggulan menjadi yang pertama menjualnya. Secara paralel, lingkungan domestik yang kondusif dan stabil, baik sosial, hukum maupun politik; akan mendorong perusahaan melayani pasar global.
Studi yang dilakukan Brockman dkk. (2022) konsisten dengan hal tersebut. Perusahaan born global dari China memfokuskan produk inovatif untuk masuk di pasar global. Produk inovatif tersebut hasil dari paten yang dihasilkan perguruan tinggi China atau membeli paten dari luar negeri dan diaplikasikan pada produknya. Sebaliknya, UMKM yang berorientasi pasar domestik kurang mengaplikasikan paten. Hasilnya, produk yang dihasilkan kurang inovatif dan tepat bersaing untuk pasar domestik.
Perusahaan Inovator
Tahun 2019, besaran ekspor China 13 kali lipat dari Indonesia. Adapun surplusnya (ekspor dikurangi impor) sebesar US$550 miliar. Meskipun diawal abad 21 didominasi copycat, lambat laun hal ini terkikis oleh besarnya ekspor inovasi teknologi yang ada, mulai dari home appliances hingga sustainable technologies.
Greeven dkk. (MIT Press, 2019) mengelompokkan 4 tipe perusahaan inovator di China: pioneer, hidden champion, underdog, dan changemaker. Kelompok pioneer merupakan incumbent dengan pasar yang luas, penghasilan lebih dari US$10 miliar dan terkenal. Contohnya Baidu, Alibaba, dan Tencent. Hidden champion pasarnya sempit, namun pendapatannya besar (US$1 miliar. Misalnya We Doctor untuk layanan kesehatan atau Didi Chuxing untuk transportasi.
Barisan perusahaan inovator China tersebut mengandalkan inovasi dan teknologi, sehingga lebih mudah masuk pasar global dan menjadi born global. Lebih lanjut, Greeven dkk. (2019) menyampaikan terdapat 30-40 pioneer yang berdampak global, dan antara 200-250 hidden champion. Lebih dari 15 ribu underdogs, dan sebagian besar merupakan alumni dari kompetisi startup yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta. Dan juga lebih dari 50-an changemakers yang siap menjadi born global dalam waktu dekat. Merekalah lokomotif pertumbuhan ekonomi China selama ini.
Rekomendasi
Mengacu pada ??????? ?????? 500 tahun 2021, Indonesia hanya diwakili oleh Pertamina (#287). Sedangkan pada ?????? ?????? 2000 tahun 2022 untuk perusahaan publik, Indonesia diwakili oleh BRI (#350), Bank Mandiri (#489), BCA (#517), dan Telkom Indonesia (#745). Meskipun pasar domestik Indonesia terbesar ke-7 di dunia, sebagian besar dinikmati oleh perusahaan global negara lain. Bonus demografi dengan middle-income class yang besar, tanpa lokomotif (born global) yang mencukupi, menjadikan Indonesia terancam middle-income trap.
Meningkatnya penduduk Indonesia yang mendapatkan pendidikan tinggi, traveling, atau bekerja di luar negeri; bisa menjadi modal dasar untuk menjadi born global. Insentif dan fasilitasi akan inovasi dan UMKM yang berorientasi global perlu diberikan, agar meningkat jumlahnya. Atau hilirisasi hasil penelitian perguruan tinggi untuk produk-produk inovatif dan bernilai tambah tinggi menjadi pilot project-nya, sebagaimana yang dilakukan China atau Korea Selatan. Harapannya, kompleksitas ekonomi Indonesia akan meningkat dan menjadi pondasi yang solid menuju Indonesia Maju 2045.